# sejarah desa tejakula
Widya blogku,,, Berawal dari keinginan untuk belajar

Senin, 15 November 2010


Home » , , » sejarah desa tejakula

sejarah desa tejakula

Menurut piagam Raja Janacadhu Warmadewa yang memerintah tahun 975 tarik masehi yang sekarang tersimpan di Desa Sembiran. Dalam piagam itu ditemukan nama “ Hiliran “ hal ini dapat dilihat dalam prasasti tersebut pada lembaran Va, yang berbunyi sebagai berikut :
“ KUNANG YA ADA DURBALA SANGHYANG PERHYANGAN MEPEDEM, PANCURAN, PASIBWAN, PRASADA, JALAN RAYA DENGAN LODAN PAHURU PANGNA BANWA DI JULAH , DI INDRAPURA, BUWUNDALEM, HILIRAN, KEBAYANA, AMIN SIWIDHARUAN, SANGHYANG PERHYANGAN DITU “ 

Yang artinya :
“Apabila ada kerusakan –kerusakan Pura, Kuburan, Pancuran, Permandian , Prasada ( Candi ), Jalan raya yang ada disebelah utara maupun disebelah selatan, harus Desa Julah, Indrapura, Buwundalem, dan Hiliran, berganti-ganti memperbaikinya juga mengeluarkan biaya, karena penduduk desa-desa ini semuanya memuja Pura atau Kahyangan itu ( Goris, dalam Ginasa 1974 : XVIII )”.

Berdasarkan uarian tersebut diatas menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “ Hiliran “ adalah : Desa Tejakula sekarang, karena nama tersebut tercantum disebelah timur nama Buwondalem ( Bondalem ) atau berdasarkan urutan penyebutan nama-nama Desa yang tercantum yang sangat tua, dimana desa tersebut sudah ada sejak abad ke 10. Psasasti – Prasasti di Bali yang berangka tahun abad ke 8 sampai ke 10 kebanyakan menggunakan bahasa bali kuno, asal katanya adalah hilir dan mendapat akhiran an menjadi hiliran  , hilir dalam bahasa Indonesia juga berarti bagian sebelah bawah, lawan katanya hulu yang artinya bagian sebelah atas. Dalam Prasasti Raja Jaya Pangus yang berangka tahun 1181 tarik masehi, tidak ditemukan lagi nama hiliran, tetapi nama lain yakni Paminggir

. Untuk lebih jelasnya lihat Prasasti tersebut lembaran VIII b sampai Xa, sebagai tersebut dibawah ini
“ ATE – ATE KARAMA NIBANU BUAH, TAN PAWEHA MANGANA IRIKANG WWANG MANASA, SALWIRANI KAWWANGANYA KAWATEKANNYA, MAKADI WADWA HAJI RING PAMINGGIR “,


Kira – kira artinya :
Selanjutnya penduduk Desa Banyubuah dilarang memberikan / menghidangkan makanan kepada orang-orang dari Desa Manasa, biar orang itu berkasta apa saja dan golongan apa saja, terutama kepada rakyat dari Desa Pinggiran ( Ginarsa 1974 : XV ). Dalam prasasti tersebut diatas memang kurang jelas nama yang dimaksud dengan Desa Pinggiran. Karena tidak disebutkan urutan Desa – desa lainnya, Untuk memperkuat data bahwa Desa Tejakula dahulu juga dapat bernama pinggiran dapat kita lihat dalam Prasasti Kintamani D, yang dikeluarkan pada jaman Pemerintahan Raja Ekajaya Lencana, berangka tahun 1200 tarik masehi, yang bunyinya sebagai berikut :

“RING WINTANG RANU ADAGANG MARE LES, PAMINGGIR, BUHUNDALEM, JULAH  PURWASIDHI, INDRAPURA, BULIHAN, MANASA YAKA SIDHA TAN PAMISINGGIH  ISARASANING, RAJA PRASASTI ANUGRAHANIRA PADUKA SRI MAHA RAJA I KARAMANING CINTAMANI “,

Kira-kira artinya :
Apabila ada orang-orang dari Desa Lintang Danu ( Desa yang ada di pinggir Danau batur , berjualan ke Desa Les, Paminggir, Buhundalem, Julah Purwasidhi, Indrapura, Bulihan dan Manasa, hal ini telah diputuskan tidak dipergunakan Undang-undang yang tersebut dalam Prasasti Anugrah dari Sri Paduka Maharaja, yang ditujukan kepada sekalian penduduk Desa Kintamani ( Goris, dalam Ginarsa 1974 XV ).


Berdasarkan uruta nama-nama Desa yang disebut diatas nyatalah bahwa Desa yang dimaksud Desa Paminggir adalah “ Desa Tejakula “ menurut Prasasti tersebut yang pertama disebut adalah Desa Les, jadi desa ini letaknya disebelah timur Desa Tejakula, setelah itu baru disebut Desa Paminggir, Buhundalem, Julah dan seterusnya, sampai sekarang memang nama-nama Desa yang disebutkan seperti Buhundalem, Julah dan Les termasuk Kecamatan Tejakula, terbukti bahwa dulunya Desa Tejakula bernama Paminggir.

Kata Paminggir berasal dari kata Pinggir yang berarti : tepi, batas atau pinggir. Menurut pikiran kami kata paminggir hamper sama pengertiannya dengan kata hiliran, sehingga nama-nama ini silih berganti dipakai, baik dalam Prasasti maupun dalam Undang-undang Desa.

Kata hiliran kembali ditemukan dalam undang-undang Desa Tejakula yang selesai ditulis pada tahun 1932, tetapi nama hiliran dalam Undang-undang Desa tersebut disingkat menjadi liran
saja.( Lihat sima Desa Tejakula ). Perkembangan selanjutnya beberapa tokoh masyarakat menterjemahkan kata paminggir ke dalam bahasa sansekerta yaitu : Kula ( bersuku kata panjang ) Kula juga berarti pinggir atau tepi. Dimuka kata kula ditambahkan kata Teja yang berarti sinar atau cahaya. Tercantumnya kata Teja dimuka kata kula, penulis berusaha menemukan dari nama asal-usulnya. Untuk mengetahui asal-usul kata Teja, kami mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan ditambah dengan cerita-cerita rakyat atau Foklore.

Menurut cerita rakyat bahwa dalam jaman dahulu ada sinar jatuh disebelah timur desa itu, maka sampai sekarang diabadikan menjadi nama desa, kemungkinan besar sinar yang kelihatan jatuh ditepi timur desa itu semacam metior atau bintang-bintang yang berpindah tempat.
Jadi berdasarkan urutan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nama Desa Tejakula dahulu pernah berubah tiga kali sampai sekarang akan tetapi pengertiannya tidak begitu jauh satu nama dengan nama lainnya.yakni dari kata Hiliran diganti menjadi Paminggir dan terakhir menjadi Tejakula sampai sekarang.


Sumber : Pemkab.Buleleng

1 komentar:

Made Budilana. mengatakan...

saya salut pada bapak soalnya bapak sangat pintar menulis. kebetulan saya dari tejakula. salam kenal.

Posting Komentar